Senin, 24 September 2012, seorang siswa X dari SMAN 6 bernama Alawy Yusiyanto Putra (15 tahun) meninggal seketika di tempat kejadian penyerangan/tawuran.
Di lokasi Bulungan, Alawy dan teman-temannya yaitu salah satunya bernama El Farouq Hassan (15 tahun) sedang berada di 7eleven Bulungan pada saat puluhan siswa SMAN 70 mulai menyerang mereka dengan senjata tajam. Saat mereka sedang berlari untuk menghindari serangan itu, Alawy terkena sabetan/bacokan senjata tajam di dadanya yang menyebabkan kematiannya.
Setelah siswa-siswa SMAN 70 bubar, teman-temannya Alawy datang kembali ke tempat Alawy berada dan langsung membawa Alawy yang saat itu sudah tidak bernafas ke RSUP Fatmawati. Sayangnya, Alawy sudah tidak bernyawa dan diperkirakan dia meninggal pada pukul 14:10 WIB.
Mengapa penyerangan/ tawuran itu terjadi?
Hampir semua orang bahwa tawuran antar sekolah-sekolah elite itu sudah menjadi tradisi yang diturunkan oleh alumni-alumni dari sekolah masing-masing sebelumnya. Bahwa mereka yang ikut tawuran, kebanyakan dari mereka tidak mempunyai alasan yang kukuh dan hanya sekedar ikut-ikutan saja. Sampai sekarang tidak ada jawaban yang rasional untuk pertanyaan ini.
Bagaimana cara melenyapkan masalah kekerasan yaitu penyerangan/tawuran?
Menurut Kapolres Metro Jaksel Kombes Wahyu Hadiningrat menyatakan akan mempertemukan kedua pimpinan sekolah yang kerap terlibat tawuran. Pertemuan itu diharapkan melahirkan solusi menyeluruh atas kasus yang sudah berlangsung lama itu.
Pemerhati pendidikan anak, Seto Mulyadi, menilai tawuran antarpelajar terjadi karena tak ada tindakan tegas pada para pelakunya. “Konflik antarkedua sekolah itu sudah terjadi turun-temurun. Jika tak segera ditangani, sama dengan melanggar Pasal 54 UU Perlindungan Anak,” tegasnya.Pemerhati pendidikan anak, Seto Mulyadi, menilai relokasi kedua sekolah di kawasan itu perlu dilakukan karena menyangkut beberapa faktor.
Faktor utama adalah lokasi sekolah yang berdekatan sehingga rentan membelokkan persaingan akademik menjadi aksi adu otot melalui tawuran. Belum lagi kemungkinan adanya pihak luar yang ikut memanas-manasi atau mengintimidasi siswa kedua sekolah untuk memancing dan memulai tawuran. Pihak luar itu bisa berupa alumni ataupun pihak lain yang memiliki kepentingan terselubung.
“Itu makanya perlu pertimbangkan merelokasi dua sekolah itu. Lalu, guru beri pengawasan lebih pada siswa, secara perlahan pasti konflik akan reda, tawuran akan hilang,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait berpendapat berbeda. Menurutnya, relokasi justru bukan menjadi jalan keluar yang efektif. Relokasi justru hanya akan menunjukkan adanya kepentingan lain yang “bermain” di belakang aksi tawuran antarpelajar di kawasan niaga Jakarta Selatan ini.
Arist justru menegaskan bahwa masalah tawuran yang berulang berakar dari gagalnya penerapan metode pendidikan di sekolah setempat dan sistem pendidikan nasional. Pemerintah, tegasnya, harus memutus mata rantai tawuran itu dengan membenahi total sistem pendidikan dan cara mengajar para gurunya.
Opini saya mengenai permasalahan ini adalah :
Bahwa pertikaian yang menyebabkan tawuran antar sekolah tidak bisa diberhentikan atau diselesaikan secara instan karena adanya beragam faktor-faktor yang mempengaruhi masalah tersebut.
Menurut saya, kerjasama antara pihak sekolah yaitu setidaknya para guru dan orang tua murid untuk memastikan bahwa murid-murid mendapatkan perhatian yang cukup dan yang diperlukan. Untuk menjadi guru yang sesuai, mereka harus peduli akan perasaan murid-muridnya dan juga membimbing mereka untuk memenuhi potensinya yang penuh. Ekstrakuliker juga harus dipertambah dan dikembangkan. Adanya tawuran juga dikarenakan siswa-siswanya mempunyai waktu senggang yang tidak digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, mereka harus mempunyai hubungan yang dekat dengan anaknya. Jadi, anak itu bisa mempercayai orang tua mereka sendiri dan tahu bahwa orang tua mereka akan selalu ada untuk membantu dan mendukung.
Terakhir, siswanya sendiri harus mengerti bahwa sesuatu yang mungkin banyak teman-temannya lakukan bukan selalu harus di tiru dan bukan selalu itu benar. Siswa harus mempunyai basis logika sendiri dan harus bisa membedakan hal-hal mana saja yang benar atau salah.
Ingat, jika ada siswa yang tidak di terima di lingkungan sekarang, akan ada kesempatan lainnya untuk diterima ditempat lain yang pastinya lebih baik.