Budaya orang Malaysia atau hanya tanggapan belaka?

PERMASALAHAN:

Peace or War

Peace or War

Sebagai warga Indonesia, saya tahu bahwa warga Malaysia dan Indonesia tidak begitu melihat sepandang dan malah sebaliknya. Banyak warga antar negara yang saling tidak memahami satu sama lain dan hanya mendengar cerita-cerita yang kurang baik mengenai negara tersebut dan berasumsi bahwa semua warga negara tersebut mempunyai karakter yang tidak baik. Dikarenakan, saya tidak tahu menahu bagaimana ‘perang‘ antar dua negara ini dimulai dan mengapa sebabnya, saya memilih untuk menjadi orang yang berpikiran terbuka akan masukkan pendapat orang-orang Malaysia dan Indonesia.

BUDAYA MALAYSIA:

Malaysia mempunyai Kerajaan dan Perdana Menteri yang mengontrol aturan-aturan negara tersebut dan seperti yang kita ketahui, Malaysia terdiri akan banyak kaum etnis yang sangat berbeda seperti: Melayu, Cina dan India. Setelah kemerdekaan negara mereka pada 31 Agustus 1957, mereka berhasil untuk hidup bersama dengan cukup damai meskipun adanya perbedaan yang jelas antar etnis. Selain perbedaan etnis, agama juga harus dibahas, ada empat agama yang perlu diperhatikan yaitu: Islam, Hindu, Buddha dan Sikh. Dengan adanya berbagai perayaan dan hari-hari penting maka, dibanding Indonesia, Malaysia memiliki hari libur atau tanggal merah yang lebih banyak.

Perayaan Kemerdekaan Malaysia, semua kaum etnis bersatu.

Perayaan Kemerdekaan Malaysia, semua kaum etnis bersatu.

Kebiasaan yang seakan telah menjadi budaya kaum Melayu yaitu adalah mengakhiri kata-kata dengan “lah“, dan mencampur bahasa Melayu dengan bahasa Inggris saat berbicara. Pada kaum Cina, mereka masih mengikuti tata cara hidup nenek moyangnya seperti mengikuti aturan Feng Shui untuk mendapatkan kemakmuran dan kaum Cina lebih memilih untuk berbicara dengan bahasa Kanton atau Mandarin. Kaum Cina juga masih merayakan hari-hari perayaan seperti Tahun Baru Cina. Terakhir, untuk kaum India juga lebih memilih untuk berkomunikasi dengan bahasa Tamil atau Hindi dan merayakan perayaan seperti Deepavali yaitu festival cahaya yang berlangsung selama 5 hari berturut-turut.

Perayaan Kemerdekaan Malaysia, diikuti dengan berbagai kaum etnis.

Perayaan Kemerdekaan Malaysia, diikuti dengan berbagai kaum etnis.

Kelakuan dan kebiasaan kaum Melayu, Cina dan India berbeda-beda. Julukan yang diberi kepada kaum Melayu adalah “Pemalas“, untuk kaum Cina adalah “Kaya tapi Sombong” dan untuk kaum India adalah “Pelit dan Licik“. Meskipun, sering terjadi kesalahpahaman antar etnis, pada saat dibutuhkan pementasan tarian atau ajang olahraga, mereka berkolaborasi menjadi satu dibelakang bendera Malaysia.

Sejak warga Malaysia tidak semuanya mau berkomunikasi dalam bahasa Melayu, pemerintah setempat menerapkan bahwa di semua sekolah baik negeri, swasta maupun internasional, warga negara Malaysia diharuskan untuk mengambil pelajaran bahasa Melayu dan diharuskan untuk lulus.

KESIMPULAN:

Dengan pengalaman saya yang pernah tinggal di Malaysia selama 5 tahun, saya menyadari bahwa tidak semua orang Malaysia mempunyai karakter yang tidak menyenangkan, dan desas-desus yang saya dengar hanyalah tanggapan orang belaka dan malah saya beruntung sekali dapat bertemu dan berteman dengan orang-orang yang berpikiran positif dan terbuka akan orang-orang Indonesia.

Saya menyadari bahwa setiap kali kaum etnis masing-masing berkumpul bersama dan mulai berbicara hal-hal yang kurang baik mengenai etnis lain, mereka akan berkumpul dan melihat rendah akan etnis yang satunya. Akan tetapi, jika kita berteman atau meluangkan waktu kita bersama 1-2 orang dari kaum etnis lain, kita akan menyadari cukup banyak persamaan dan akan dapat mengerti jalan pikiran mereka seperti apa. Namun, jika memang hati orang tersebut sudah tidak jernih sampai kapanpun kita tidak akan bisa membuat mereka untuk menyukai kita.

Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Malaysia, Najib

Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri

Malaysia, Dato’ Sri Mohd Najib

Jadi, kesimpulan saya adalah untuk memahami sesama manusia walaupun adanya perbedaan kita harus mempunyai pikiran yang terbuka dan “berjalan didalam sepatu mereka” – yang berarti harus mengalami apa yang mereka telah alami terlebih dahulu sebelum memberi tanggapan atau asumsi.

Budaya Kaum “Gypsy” di Inggris

SEJARAH SINGKAT:

Foto orang-orang Rom pada zaman penjajahan Jerman di Eropa.

Foto orang-orang Rom pada zaman penjajahan Jerman di Eropa.

Kaum Gypsy atau Gipsi berasal dari Rom. “Gipsi” adalah istilah kata atau nama panggilan kaum Rom yang berkonotasi negatif. Nenek moyang kaum ini bisa ditelusuri ke India bagian utara kira-kira 1000 tahun yang lalu. Pada Abad Pertengahan, kaum Gipsi ini sering kali dikucilkan oleh karena desas-desus yang orang Eropa buat yang disebabkan oleh kemisteriusan kaum Gipsi tersebut dan karena kaum Gipsi ini jarang diterima, mereka suka berpindah-pindah dan tidak suka menetap di satu tempat terlalu lama.

BUDAYA MEREKA DULU DAN SEKARANG:

Seiring waktu berlalu, dengan pengaruh dari luar kaum Rom atau Gipsi budaya mereka sudah berubah yang disebabkan oleh kebiasaan yang menjadi budaya, yaitu jika dulu kala mereka hidup tidak menetap, sekarang mereka tidak begitu lagi. Di Inggris lebih tepatnya, banyak kaum Gipsi yang mempunyai rumah tetap namun masih ada beberapa keluarga yang sering berpindah-pindah namun, akan pulang ke kota dimana orang itu dilahirkan jika ada pernikahan sanak saudaranya.

Kaum Gipsi berkumpul bersama

Kaum Gipsi berkumpul bersama

Dulu, kaum Gipsi hanya boleh menikah dengan sesama kaum Gipsi akan tetapi sekarang, mereka bebas untuk memilih orang kaum apa yang mereka akan nikahi. Jika dulu kaum Gipsi yang wanitanya berpakaian tertutup dan eksentrik atau aneh seperti peramal, sekarang di Inggris khususnya mereka berpakaian sangat terbuka, ketat dan sering kali menarik perhatian dikarenakan warnanya juga yang mencolok dan biasanya untuk pernikahan, para wanita kaum Gipsi akan memesan khusus gaun yang sangat unik, gaya yang terlalu berlebihan dan pastinya tidak ada satu wanita pun yang punya.

Kaum Gipsi sekarang lebih memilih untuk menyimpan uang mereka untuk perkawinannya yang biasanya berlangsung pada saat mereka berumur sekitar 17 tahun . Sering sekali mereka diusir dari diskotik yang mereka sudah sewa karena adanya anak-anak dibawah umur yang menghadiri pesta-pesta tersebut dan menari bebas seperti wanita dewasa.

Anak-anak kaum Gipsi menari dengan baju yang sangat terbuka dengan dandanan lengkap

Anak-anak dibawah umur menari dengan baju yang sangat terbuka dengan dandanan lengkap

Wanita kaum Gipsi diharuskan untuk menjaga keperawanannya sampai mereka menikah dan juga untuk tinggal bersama keluarganya sampai mereka menikah dan juga sejak dini sudah diharuskan untuk pergi tanning yaitu berjemur untuk mennggelapkan warna kulit dan juga pergi ke salon untuk berbagai perawatan secara reguler.

Sebenarnya, kaum Gipsi sangat relijius dan mematuhi aturan-aturan agama mereka dan kebanyakan beragama Katolik. Namun, dikarenakan cara berpakaian dan pembawaan diri mereka, mereka dianggap sebagai orang yang akan selalu menjadi asing di Inggris.

DONGENG DAN KEBENARANNYA:

  • Gipsi adalah penjelajah. Tidak benar, kaum Gipsi sudah berada di kalangan Inggris sejak 500 tahun yang lalu.
  • Gipsi adalah kaum yang kotor. Tidak benar, kaum Gipsi hidup dengan aturan-aturan turun menurun yang sudah dipelajari saat kaum tersebut masih sering berjelajah.
  • Gipsi tinggal di karavan (rumah berjalan). Secara historis memang benar. Namun, sekarang hanya 50% kaum Gipsi yang masih suka berpindah dan tinggal di karavan di Inggris.
  • Gipsi adalah kaum peramal. Tidak benar, memang dulunya mereka dikenal karena dapat membaca apa yang akan terjadi di masa depan namun banyaknya yang dapat melakukan hal tersebut tidak lebih dari kaum lain.
Kumpulan pengiring pengantin dengan gaun yang eksentrik

Kumpulan pengiring pengantin dengan gaun yang eksentrik

Beberapa informasi yang saya dapatkan yaitu dari:

http://grthm.natt.org.uk/myths-and-truths.php

http://terselubung.blogspot.com/2010/06/mengenal-lebih-dekat-kaum-gypsy.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Rom

Seri TV: My Big Fat Gypsy Wedding